Blogger Widgets

Selasa, 15 Oktober 2013

Ende Kotaku Tercinta,




Kota Sejarah Penuh Cerita


Hallo sobat blogger :),,

Yah di postinganku kali ini aku akan membahas tentang kota Ende, mungkin terasa asing bagi kalian yang belum tahu kota ini. Tapi tidak bisa aku pungkiri inilah kota kebanggaanku guys, kota sejarah yang penuh cerita yang mungkin sering dan hampir dilupakan masyarakat Indonesia. Padahal di kota kecil inilah Bapak Presiden pertama kita, Ir. Soekarno merenungkan Pancasila dan tempat pembuangan beliau pada tahun 1934. :)

Well, ayo kita simak cerita tentang kotaku ini ya ^^

Sedih sempat merasuki hatiku saat aku masuk ke bangku perkuliahan, khususnya di Universitas Brawijaya kini tempat aku memperjuangkan masa depanku. Di tempat ini saat setiap orang memperkenalkan asal mereka, dan mulai bertanya  “Sya, darimana asal kamu ?” ku jawab dengan penuh semangat” Ende :D “. “Ha?Ende? Apa itu Sya ? Dimana? . Ya Tuhan betapa pilunya hati ini mendengar pertanyaan itu. Apa mereka sudah benar benar melupakan sejarah? Bahkan terkadang adapula Dosenku yang tidak mengetahui kota kecilku ini.

Karena itu, aku ingin benar benar berbagi tentang kota kecilku ini, kota yang indah, rukun, dan eksotik.. ^_^


Sejarah Kota Ende

Sejarah Kota Ende bermula dari Nua Ende yang merupakan hikayat atau dongeng hasil telusuran dari karangan S. Roos yang berjudul “Iets Over Ende” dan juga karangan Van Suchtelen tentang “Onderafdeling Ende”. Menurut hikayat (baca: mitos) bahwa turunan orang Ende berasal dari langit, Ambu Roru (laki-laki) dan Ambu Mo’do (perempuan). Mereka kawin dan mempunyai 4 (empat) orang anak, 2 (dua) perempuan dan 2 (dua) laki-laki. Dalam perjalanan waktu satu anak perempuan menghilang, sehingga 3 (tiga) anak yang lain melanjutkan keturunan Ambu Roru dan Ambu Mo’do. Ambu Roru sekeluarga tinggal di pulau kecil (Pulau Ende).



                Pada suatu hari, Borokanda, Rako Madange, dan Keto Kuwa bersampan dari pulau Ende ke pulau besar untuk melihat umpan ikan yang mereka pasang. Saat itu pulau besar dikuasai oleh Ambu Nggo’be. Anak-anak Ambu Roru ini rupanya mendapat banyak ikan, yang separuhnya mereka makan ditempat dan yang sisanya mereka bawa pulang ke rumah. Sementara mereka makan datanglah Ambu Nggo’be, sang tuan tanah. Borokanda dan saudara-saudaranya mengajak Ambu Nggo’be untuk makan bersama dan pertemuan mereka ini membawa persahabatan. 



      Sebagai balas jasa, Ambu Nggo`be mengajak Ambu Roru dan keluarganya untuk meninggalkan Pulau Ende supaya berdiam di pulau besar. Ambu Nggo`be memberikan tanah dengan syarat harus dibayar dengan satu gading dan seutas rantai emas. Bahan warisan itu masih disimpan Kai Kembe salah seorang turunan lurus dari Ambu Nggo`be. Jadi semua syarat dipenuhi dan diselesaikan. Mereka menebang pohon dan semak dan membuka perkampungan yang diberi nama Nua Roja, selanjutnya dalam perjalanan kemudian diganti dengan nama Nua Ende.



Dengan berjalannya waktu terjadi proses kawin mawin antara penduduk asal Pulau Ende dengan penduduk asli. Maka putera Ambu Roru kawin dengan putera Ambu Nggo`be. Beberapa waktu kemudian datang seorang laki-laki dari Modjopahit yang mengendarai ngambu atau ikan paus. Ia berdiam di Nua Ende dan kawin dengan cucu perempuan dari Ambu Roru dan Ambu Nggo`be. Ada juga seorang Cina berdiam di Ende dan kawin dengan keturunan dari keluarga besar Ambu Nggo’be. Orang Cina itu bernama Maga Rinu.


Keindahan Pantai di Ende
Pantai di Ende


Dari hikayat yang diceriterakan ini dapat disimpulkan bahwa Nua Ende dimulai oleh Ambu Nggo`be dan bantuan Ambu Roru dari Pulau Ende dan bantuan orang Modjopahit serta orang Cina. Pengambil inisiatif dan penanggung jawabnya ialah Ambu Nggo`be sebagai tuan tanah besar. Beberepa hikayat lain seperti cerita Dori Woi, Jari Jawa maupun Kuraro juga menceritakan bahwasanya Ambu Nggo’be adalah penguasa awal yang membangun Tana Ende.



Kota Sejarah

Kota Ende merupakan kota bersejarah yang sangat tidak sering diperbincangkan masyarakat luas. Kota kecil inilah yang merupakan kota tempat diilhaminya kelima butir sila pancasila oleh Bapak Presiden pertama kita. Pada tahun 1934 tepatnya, beliau di asingkan di kota Ende. Di kota kecil inilah beliau merenungkan kelima sila dari pancasila yang menjadi dasar Negara kita guys. Keramahan dan kesederhanaan penduduk di kota ini membuat beliau semakin nyaman.



“Di Pulau Flores yang sepi, di mana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila,” cetus Bung Karno.
Lima mutiara itu adalah berharga itu adalah: Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan inilah yang kemudian menjadi Pancasila sekarang.
“Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan Indonesia tulen, yaitu perkataan gotong-royong,” kata Bung Karno.
Bung Karno mengatakan, apa yang dia kerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi dan tradisi-tradisi nusantara sendiri. “Dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah,” ujarnya. Begitulah yang ada di dalam buku guys J
 Dan menurut beliau dari Kota Ende inilah Pancasila terlahir dan kata “Esa” yang artinya Satu merupakan bahasa masyarakat Ende yang kini melekat dalam sila 1 Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa“.
Bahkan pada saat Beliau kembali ke Ende sebagai presiden pertama RI di tahun 1952 Beliau dengan bangga meneriakkan “Ja’o ata Ende !!”. (yang artinya saya orang Ende)
Sungguh sesuatu yang sangat membanggakan, khususnya bagi putra putri dari Ende sepertiku. Di lahirkan di kota kecil yang sangat jauh dari pengaruh metropolitan, tanpa suasana kelabu karbonmonoksida dan bisingan kendaraan beroda.


Kehidupan Masyarakat
Kain tenun Ende

kain tenun Ende


Warga kota Ende merupakan masyarakat yang plural, terdapat berbagai macam suku baik pendatang maupun asli. Agama bukanlah suatu jurang pemisah antara masyarakat. Di kota kecil inilah, dapat dirasakan kehangatan umat beragama yang sebenarnya. Gotong royong tanpa pandang bulu sudah sangat sering di jumpai disini.

Kota kecil ini juga masih menjaga dan merawat tradisi serta budaya yang dimilikinya. Hal tersebut terlihat dari kebiasaan warganya yang masih memegang teguh tradisi, seperti menenun dan mengenakan sarung hasil tenun ikat sebagai busana sehari-hari maupun dalam acara hajatan atau kenduri. Biasanya juga dikenakan dengan baju yang dikenal dengan nama Baju Ende.
Danau Kelimutu, yang dapat berubah warna



Keindahan Danau Kelimutu
Danau Kelimutu di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ini dikenal sebagai danau tiga warna. Dinding danau yang indah ini rawan longsor. Sayangnya, keindahan Danau Kelimutu tak seindah sistem pengelolaannya. Sejumlah fasilitas, terutama sarana untuk wisatawan, kini banyak dalam kondisi rusak dan tak terawat. Misalnya saja kamar kecil, bangunan pendopo di areal parkir yang kondisinya memprihatinkan, serta kapasitas lahan parkir yang amat terbatas, yang hanya mampu menampung sekitar 20 kendaraan roda empat dan beberapa sepedamotor.
Danau Kelimutu sesungguhnya merupakan salah satu obyek wisata andalan Flores. Untuk mencapai danau yang terletak sekitar 51 kilometer arah timur dari Kota Ende itu, wisatawan bisa menggunakan kendaraan bermotor dari Ende, juga bisa menggunakan bus antarkota.Pemandangan di kawasan itu sangat mempesona. Kabut putih tebal yang bergerak perlahan menutupi puncak Gunung Kelimutu ( kurang lebih 1.640 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu pemandangan yang sangat khas di sekitar tiga danau berwarna di atas puncak gunung.
Potensial
Di kawasan Danau Kelimutu banyak hal yang dapat dijumpai, yang jika dikelola secara optimal pasti akan mampu menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Manakala situasi sepi pengunjung, suasana akan terasa senyap dan menjemukan. Kita hanya akan melihat hamparan tanah dengan sejumlah tanaman hijau, selain tentunya menyaksikan perubahan warna yang menakjubkan ketiga danau. Namun, jangan berharap ada penjelasan atau keterangan yang memadai seputar keajaiban danau itu maupun alam sekitarnya.Di kawasan danau hanya ada satu papan yang “berjudul” Perubahan Alam, Kepercayaan Abadi. Akan tetapi, papan itu pun kondisinya sudah tak terawat, penuh goresan tangan jahil yang menghilangkan sejumlah huruf. Keterangan yang diberikan pun hanya seputar legenda secara garis besar, tidak ada penjelasan secara ilmiah.
Tiga danau yang letaknya berdekatan satu sama lain itu juga “tidak bernama”. Di sisi timur, terdapat dua danau, yang airnya masing-masing berwarna hijau dan cokelat tua. Untuk danau yang berwarna hijau, masyarakat biasanya menyebutnya dengan danau arwah muda-mudi (tiwu nua muri ko’o fai). Yang berwarna cokelat tua disebut danau arwah tukang tenung atau orang jahat (tiwu ata polo). Di sisi barat ada satu danau yang berwarna hijau lumut atau gelap, yang biasa disebut danau arwah orangtua (tiwu ata mbupu).
Perubahan warna
Sejumlah kalangan menduga, perubahan warna air di danau itu disebabkan aktivitas Gunung Berapi Kelimutu, pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air, terjadinya zat kimia terlarut, serta akibat pantulan warna dinding dan dasar danau. Penjelasan singkat bahwa perubahan warna air ke biru putih (sekarang hijau) dimungkinkan oleh perubahan komposisi kimia air kawah akibat perubahan gas-gas gunung api, atau dapat juga akibat meningkatnya suhu.
Sementara itu, meningkatnya konsentrasi besi (Fe) dalam fluida menyebabkan warna merah hingga kehitaman (sekarang cokelat tua). Adapun warna hijau lumut dimungkinkan dari biota jenis lumut tertentu.Lalu soal dinding pemisah antara tiwu nua muri ko’o fai dengan tiwu ata polo diberikan penjelasan singkat bahwa dari sudut geologi, bagian dinding danau merupakan bagian yang paling labil. Dengan posisi berdekatan, apalagi jika terjadi gempa dengan skala besar, tidak menutup kemungkinan kedua danau ini akan menyatu.Selain itu, mengingat Pulau Flores termasuk daerah rawan gempa, diperlukan kajian untuk dapat menginformasikan kepada wisatawan pada lokasi mana harus berlindung ketika berada di sekitar Danau Kelimutu.
Sejarah Kelimutu
Kelimutu merupakan gabungan dari kata keli yang berarti gunung dan mutu yang berarti mendidih itu merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang sangat terkenal di Pulau Flores, selain Komodo, kampung tradisional Bena dan Taman Laut Riung yang indah.Bagi Anda yang sempat berkunjung ke Flores, kunjungan Anda ke Flores di NTT belum lengkap bila belum sempat mampir ke Danau Kelimutu yang terletak di Gunung Kelimutu. Danau ini menyuguhkan pemandangan danau 3 warna yang pada waktu waktu tertentu warnanya dapat berubah.
Danau Kelimutu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau ini mulai dikenal setelah Romo Bouman menerbitkan artikel mengenai Danau Kelimutu.Danau vulkanik itu dianggap ajaib atau misterius, karena warna ketiga danau tersebut berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu.Awalnya Danau Kelimutu dikenal memiliki tiga warna, yakni merah, putih dan biru, dibeberapa dokumen yang ada, danau yang sekarang berwarna hitam, dulu sebelum tahun 1970 berwarna merah, seperti terlihat pada lembaran uang kertas RI harga Rp 5.000 yang lama.
Penduduk setempat meyakini bahwa perubahan warna ketiga danau tersebut menunjukkan gejala alam yang akan timbul seperti gunung berapi meletus, adanya longsor, musibah alam lainnya atau musibah lainnya. Untuk menapaki puncak Kalimutu, ada beberapa pilihan untuk mencapai puncak Kelimutu, yakni dengan berjalan kaki, naik kuda, menyewa motor dan menyewa mobil.
 
Kota Ende


tempat perenungan Bung Karno

Gunung Meja

Ende

Kota Pelajar
Walaupun tergolong kota kecil, namun kota Ende sering dijuluki kota pelajar. Hal ini karena sudah banyaknya Universitas Swasta yang ada di kota kecilku ini, jangan salah guys para pelajar bukan hanya berasal dari Ende, namun dari kota kota kecil lainnya di Flores misalnya Maumere,Larantuka, Ruteng dan lain lain.

Untuk sampai ke Kota Ende bisa melalui alternatif darat, laut, maupun udara. Ada beberapa maskapai yang melayani penerbangan via Denpasar atau Kupang. Sedangkan rute laut, sementara dilayani oleh kapal-kapal Pelni dan juga moda penyebrangan dari ASDP berupa fery reguler maupun fery cepat dari Kupang. Untuk rute darat banyak bus dan travel yang melayani trayek dari Ende ke semua kota di pulau Flores.
Saya :)
Bangga Jadi anak Ende :D

Me ^^ Orang Ende :P




Tidak ada komentar:

Posting Komentar